Asia Ramai-Ramai Migrasi ke Open Source
Sumber: http://www.jurnalnet.com/konten.php?nama=BeritaUtama&topik=5&id=927
(15/02/2007 – 16:53 WIB)
Jurnalnet.com (Denpasar): Negara-negara Asia ramai-ramai bermigrasi dari menggunakan software (piranti lunak) proprietari (software berlisensi dengan kode-kode rahasia seperti Microsoft) ke software “open source” (perangkat lunak yang dikembangkan dengan menggunakan kode program yang tersedia secara bebas/gratis).
Tekad tersebut disuarakan dalam Asia Open Source Software Symposium (AOSSS) VIII yang dibuka, di Denpasar, Bali, belum lama ini yang dihadiri para pakar dan praktisi Teknologi Informasi dari Jepang, India, Pakistan, China, Korea, Srilanka, Bangladesh, Nepal, Mongolia, Taiwan, dan negara-negara anggota Asean.
Direktur Industri Jasa Informasi kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang, Katsuhiko Kaji, mengatakan, Jepang sebenarnya sudah lama menggunakan Open Source Software (OSS), namun pemerintah secara resmi baru menyerukan pengembangan OSS pada Maret 2006.
“Saat ini di Jepang OSS sudah digunakan sebanyak 20 persen,” katanya.
Migrasi ke OSS juga sudah dilakukan oleh negara-negara lainnya seperti China, Taiwan, Korea, India, Pakistan hingga Kamboja.
“Tahun ini Kamboja sudah mulai melakukan migrasi ke open source dan diharapkan telah menggunakan 100 persen OSS pada 2008,” kata Deputi Sekjen Pengembangan SDM dan Free/Open Source Software (FOSS) Badan Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional Kamboja, Noy Shoung.
Sementara itu, Dirjen Teknologi Informasi dan Komunikasi Depkominfo Cahyana Ahmadijaya menegaskan, hal penting dari migrasi ke OSS adalah perlunya meninggalkan software ilegal menuju software yang legal.
“Dengan dikembangkannya OSS, masyarakat bisa memilih mau yang proprietari tetapi mahal atau yang produk OSS yang gratis, keduanya sama-sama legal. Jadi yang penting yakinkan bahwa OSS itu adalah pilihan cerdas,” katanya.
Pemerintah sendiri, menurut Menristek Kusmayanto Kadiman yang menjadi Keynote Speaker pada simposium itu, sudah mengembangkan sejumlah aplikasi OSS seperti IGOS Nusantara 2006 yang mampu menggantukan MS Windows atau Open Office yang bisa menggantikan MS Office.
OSS, ujarnya, bukan sekedar produk yang dapat menggantikan software-software mahal, tetapi lebih pada terbukanya peluang berinovasi dengan kode-kode yang terbuka untuk dikembangkan menjadi berbagai aplikasi lainnya.
Open Source sendiri merupakan software yang berbasis pada kode-kode terbuka, dapat dimanfaatkan siapapun dan dikembangkan secara gratis seperti LINUX, Apache, MySQL. Ini membedakan dengan software proprietari yang dijual dengan harga puluhan hingga ribuan dolar AS.
Simposium ke-8 yang diselenggarakan di Nusa Dua Bali pada 13-15 Februari 2007 itu bertema Utilization of OSS to Close the Digital Gap and Economic Impact bertujuan untuk mengembangkan inisiatif produk OSS di negara-negara Asia.
Asia Open Source Software Symposium (AOSSS) pertama diselenggarakan di Thailand pada Maret 2003, kedua diselenggarakan di Singapura pada November 2003, ketiga di Vietnam pada Maret 2004, keempat di Taiwan pada September 2004.
Selanjutnya AOSSS kelima diselenggarakan di China pada Maret 2005, keenam di Sri Lanka pada September 2005, dan ketujuh di Malaysia pada Maret 2006. ***(rht/ant)